Tanggal 28 Oktober 1928 menjadi tonggak penting dalam sejarah bangsa Indonesia.
Pada hari itu, para pemuda dari berbagai suku, agama, dan daerah berkumpul dalam Kongres Pemuda II di Jakarta.
Mereka menyatukan tekad melalui ikrar yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda:
Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa — Indonesia.
Ikrar ini bukan hanya kalimat simbolis, melainkan sebuah kesadaran kolektif bahwa kemerdekaan dan kemajuan bangsa hanya bisa dicapai dengan persatuan.
Dari Kongres ke Kontribusi Nyata
Para pemuda tahun 1928 tidak memiliki teknologi, media sosial, atau fasilitas modern.
Namun, semangat juang dan kecintaan mereka pada tanah air melampaui batas-batas itu.
Mereka mengesampingkan ego daerah, etnis, dan golongan demi cita-cita besar: Indonesia merdeka.
Kini, tugas kita sebagai generasi penerus adalah melanjutkan semangat tersebut dengan cara yang relevan dengan zaman.
Jika dulu mereka berjuang dengan pena dan rapat, kini kita berjuang melalui karya, inovasi, dan kontribusi nyata di berbagai bidang — pendidikan, teknologi, ekonomi, dan sosial.
Sumpah Pemuda di Era Digital
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, semangat persatuan sering diuji oleh polarisasi opini dan informasi yang berlebihan.
Namun, di sinilah peran pemuda digital diuji:
Menjadi agen perdamaian, penyebar informasi positif, dan pembangun jembatan antarperbedaan.
Media sosial bukan sekadar tempat hiburan, tetapi juga wadah untuk menyebarkan nilai kebangsaan, solidaritas, dan inspirasi.
Menjadi content creator yang membawa nilai-nilai kebangsaan, mengembangkan startup lokal, atau menggerakkan kegiatan sosial adalah bentuk nyata implementasi semangat Sumpah Pemuda di era modern.
Pemuda Adalah Harapan Bangsa
Pemuda adalah motor perubahan. Dalam sejarah bangsa, setiap kebangkitan besar selalu dimulai dari gerakan anak muda — dari pergerakan Budi Utomo, Sumpah Pemuda, hingga era reformasi.
Kini, tantangan kita bukan lagi penjajahan fisik, melainkan penjajahan digital, budaya konsumtif, dan kemalasan berpikir. Karenanya, semangat “Bersatu dan Berdaya” menjadi kunci agar pemuda Indonesia tetap relevan dan berdaya saing global.
Penutup
97 tahun Sumpah Pemuda adalah pengingat bahwa kebersamaan dan cinta tanah air akan selalu menjadi fondasi kemajuan bangsa.
Mari jadikan momentum ini sebagai refleksi: apakah kita masih menjaga semangat persatuan itu dalam setiap langkah dan karya?
Karena sejatinya, menjadi pemuda Indonesia berarti berani bermimpi besar, bekerja tulus, dan mengabdi untuk negeri tercinta — Indonesia.


0 comments:
Posting Komentar