Selasa, 23 Desember 2025

Bakti Anak Kepada Ibu, Mengantarkan Uwais Al Qorni Harum Namanya di Langit

Di bumi, namanya nyaris tak dikenal. 

Tak ada istana, tak pula sorotan manusia. Namun di langit, namanya masyhur. 

Para malaikat mengenalnya. Rasulullah Saw menyebutnya. 

Dialah Uwais Al-Qarni, seorang pemuda sederhana dari Yaman yang meraih kemuliaan bukan karena jabatan atau harta, melainkan karena baktinya kepada seorang ibu.

Uwais hidup pada masa Rasulullah Saw. 
Ia sangat ingin bertemu Nabi, menatap wajah manusia paling mulia itu, dan duduk di majelis ilmu beliau. 
Namun keinginannya harus ia pendam. 

Ibunya adalah seorang perempuan renta yang sakit-sakitan. 
Uwais menjadi satu-satunya sandaran hidupnya. 

Ia memilih tinggal, merawat, dan mengabdi, meski itu berarti mengorbankan impian terbesar seorang mukmin: bertemu Rasulullah Saw.

Pilihan Uwais bukan pilihan biasa.
Ia tahu, ridha Allah terletak pada ridha ibu.
Ia paham, bakti kepada orang tua—terutama ibu—adalah jalan terdekat menuju surga.

Allah Saw berfirman:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapak.”
(QS. Al-Isra’: 23).

Uwais menjalankan ayat itu bukan sekadar dengan kata-kata, melainkan dengan seluruh hidupnya.

Dikenal Rasulullah, Meski Tak Pernah Bertemu
Keistimewaan Uwais Al-Qarni diungkap langsung oleh Rasulullah Saw dalam hadist shahih riwayat Muslim. 

Rasulullah Saw bersabda kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib:
“Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir dari Yaman… dia berbakti kepada ibunya. 

Jika ia bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya.”
(HR. Muslim)

Bayangkan, seorang yang tidak pernah bertemu Nabi, tetapi justru diperkenalkan Nabi kepada para sahabatnya. 

Bukan karena ilmu yang masyhur, bukan karena kedudukan sosial, tetapi karena baktinya kepada ibu.

Inilah standar kemuliaan dalam Islam: bukan siapa kita di mata manusia, tapi siapa kita di hadapan Allah.

Bakti yang Mengangkat Derajat
Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa Uwais memiliki penyakit belang di tubuhnya. 

Ia berdoa, dan Allah menyembuhkannya kecuali satu bagian kecil, agar ia tetap rendah hati dan ingat kepada Allah. Doanya mustajab. 

Namun keistimewaan terbesar Uwais bukan pada doanya, melainkan ketaatannya kepada ibu.
Rasulullah Saw bersabda:
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.”
(HR. Tirmidzi)

Uwais memahami hadist ini dengan sepenuh jiwa. 

Ia menggendong ibunya, melayaninya, dan mendahulukan kebutuhannya di atas segalanya. 

Bahkan ketika kesempatan bertemu Rasulullah Saw, ia tetap memilih tinggal bersama ibunya.

Tak Terkenal di Bumi, Tapi Harum di Langit
Uwais tidak meninggalkan karya tulis. Tidak pula memimpin pasukan. 

Namun namanya harum di langit karena satu hal: bakti yang ikhlas.

Di tengah zaman yang sering mengukur kesuksesan dari popularitas dan pencapaian duniawi, kisah Uwais Al-Qarni hadir sebagai koreksi besar. 

Islam mengajarkan bahwa kemuliaan bisa lahir dari rumah kecil, dari seorang anak yang setia menemani ibunya, dari pengorbanan yang tak dilihat kamera.

Allah Swt mengingatkan:
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.”
(QS. Luqman: 14)

Syukur kepada Allah tak pernah terpisah dari bakti kepada ibu.
Hikmah untuk Zaman Sekarang
Kisah Uwais Al-Qarni bukan sekadar cerita masa lalu. 
Ia adalah cermin bagi kita hari ini. 

Di tengah kesibukan, gawai, dan ambisi pribadi, masihkah ibu menjadi prioritas? Masihkah doa ibu kita jaga?

Kemuliaan sejati tidak selalu datang dari panggung besar. Kadang ia lahir dari kesetiaan merawat ibu, dari kesabaran mendengar keluhnya, dari tangan yang menggenggamnya di usia senja.

Seperti Uwais, kita mungkin tak dikenal manusia. 
Tapi jika ibu ridha, langit akan mengenal nama kita.
Share:

0 comments:

Alamat

Jl. Brawijaya gg. Keadilan, Kel. Kebalenan Kec. Banyuwangi Kab. Banyuwangi