Penetapan ini merujuk pada pengakuan UNESCO pada tahun 2009, yang memasukkan batik Indonesia ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Sejak saat itu, batik tidak hanya dipandang sebagai kain tradisional, tetapi juga sebagai simbol kebanggaan nasional dan warisan budaya yang mendunia.
Sejarah Singkat Hari Batik
Batik telah ada sejak ratusan tahun lalu, terutama berkembang di Jawa. Kata “batik” berasal dari bahasa Jawa: amba (menulis) dan titik. Batik bukan sekadar kain bermotif, melainkan karya seni yang sarat filosofi.
Setiap motif batik mengandung makna tertentu, misalnya batik parang melambangkan kekuatan dan kesinambungan, sedangkan batik kawung mencerminkan kesucian serta pengendalian diri.
Pada tahun 2009, UNESCO akhirnya mengakui batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia.
Pengakuan ini menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk melestarikan batik, baik sebagai identitas budaya maupun sumber ekonomi.
Pemerintah kemudian menetapkan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional melalui Keputusan Presiden.
Relevansi Batik di Era Modern
Pertanyaan yang sering muncul: apakah batik masih relevan di era modern?
Jawabannya adalah ya, bahkan semakin penting.
Batik kini tidak hanya dipakai dalam acara formal atau seremonial, tetapi juga merambah dunia fashion modern.
Desainer muda mengembangkan batik menjadi busana kasual, gaun pesta, hingga aksesori seperti tas dan sepatu.
Di sisi ekonomi, batik telah menjadi salah satu pilar ekonomi kreatif Indonesia.
Ribuan UMKM batik tersebar di berbagai daerah, seperti Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Lasem, dan Cirebon.
Industri ini menyerap banyak tenaga kerja, mulai dari pembatik tradisional hingga pengusaha fashion.
Produk batik juga memiliki pasar ekspor yang luas, terutama ke negara-negara Asia, Eropa, hingga Amerika.
Batik juga mendukung ekonomi lokal dengan mengangkat kearifan tradisi dan keterampilan masyarakat.
Setiap pembelian batik berarti mendukung pengrajin lokal dan menjaga keberlanjutan budaya.
Inilah yang menjadikan batik relevan tidak hanya sebagai identitas bangsa, tetapi juga sebagai penggerak ekonomi kerakyatan.
Tantangan dan Harapan
Meski demikian, ada tantangan yang perlu dihadapi.
Persaingan dengan batik printing massal membuat batik tulis tradisional sering kalah di pasar karena harga yang lebih tinggi.
Di sinilah diperlukan edukasi kepada masyarakat untuk lebih menghargai nilai seni dan kerja keras para pengrajin.
Dukungan pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat penting agar batik tetap lestari dan berdaya saing global.
Penutup
Hari Batik Nasional bukan sekadar peringatan seremonial.
Ia adalah momentum untuk meneguhkan kembali identitas bangsa sekaligus menggerakkan ekonomi kreatif.
Dengan melestarikan batik, kita tidak hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga membuka peluang bagi kemajuan ekonomi bangsa.
0 comments:
Posting Komentar